Di Indonesia tanggal 28 Oktober diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda. Semangat para pemuda zaman itu untuk menunjukkan rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia. Bangsa yang kala itu belum merdeka, masih menjadi budak jajahan dari kaum koloni Belanda. Dahulu 17 tahun sebelum Indonesia merdeka, para pemuda bersumpah mengakui rasa memiliki mereka terhadap bangsa yang disebut zamrud khatulistiwa ini.
Bangku SD
Bagi
sebagian orang 28 Oktober mungkin merupakan hari berbahagia mereka. Katakanlah
orang yang memiliki tanggal lahir pada hari tersebut. Hal itulah yang saya
alami. Ada-ada saja kejadian pada tanggal tersebut. Saya masih sangat ingat,
kala itu saya masih menduduki bangku sekolah dasar. Kebetulan saya dan 2 teman saya memiliki hari lahir
beruntun. 25 si Lia, 26 si Fatiya, dan saya tanggal 28.
Biasanya
bulan Oktober bertepatan dengan masa-masa UTS atau pernah pula pas bulan
Ramadhan. Saya masih ingat saat itu tanggal 26 Oktober bertepatan dengan bulan
Ramadlan. Saya dan teman-teman yang memang hobi keluyuran iseng main ke rumah
fatiya. Suasana belakang rumah Fatiya yang sangat sejuk dan bisa menghilangkan
penat di siang bolong apalagi puasa Ramadlan. Namanya juga masih anak-anak yang
belum tahu hakikat puasa, kami main-main air di sana. Niatan awal hanya pengen
guyur di shohibul milad. Saking asyiknya main, hingga kamipun merasa lelah dan
tenggorokan menjadi kering. Akhirnya kami malah meminum air tersebut, meskipun
sebenarnya air tersebut air mentah, namanya juga masih anak kecil.
Selang
2 hari, saatnya saya yang mendapat giliran untuk dibuat basah kuyup oleh
teman-teman sekelas. Kala itu, mungkin hari senin atau selasa kendati memakai
seragam merah putih khas SD. Pulang sekolah teman-teman saya sudah bersiap
membawa plastik masing-masing. Kemudian mereka dengan serentak mengisinya
dengan air di kamar mandi sekolah. Aksi lempar melempar air tak bisa lagi
terelakkan. Ternyata tak hanya air yang mereka lempar ke saya, ada pula yang
dicampur dengan tanah dan bunga. Baju yang mulanya putih jadi cokelat. Setelah
perang air selesai, kami makan bareng snack “rentengan” yang memang menjadi
jajanan favorit anak SD waktu itu. Begitulah euforia perayaan ulang tahun anak
SD ala kami. Tak perlu pake kue ulang tahun, tak perlu memberikan kado, tak
perlu juga pake tumpeng dan segala sesuatu yang biasanya anak-anak minta ketika
ulang tahun.
28 Oktober
ala Yogyakarta
Yogyakarta,
yang menjadi rumah kedua bagiku menyimpan segala kenangan yang susah untuk
dilupakan meskipun sedetik saja. terlalu indah untuk dihilangkan saat-saat
istimewa di kota istimewa ini. Yogyakarta menjadi saksi bisu jutaan peristiwa
penting, baik bagi individu maupun masyarakat luas. Baru-baru ini, Yogyakarta
menjadi saksi akhir penantian bahagia putri bungsu keraton Yogyakarta yang
mengikat janji suci dengan seorang berasal dari Kudus, Jawa Tengah. Kisah saya pun berawal di kota Gudeg ini,
menjalani pendidikan di kota Yogyakarta, jauh dari keluarga pula membuat saya
mencari sekelompok orang yang bisa saya jadikan sandaran dan naungan untuk
mencurahkan ganjalan-ganjalan hati. Bertemulah saya dengan teman-teman dari
berbagai daerah yang tergabung dalam CSS MoRA [komunitas anak beasiswa dari
Kemenag]. Selanjutnya, saya dan teman-teman seangkatan memberikan sebuah nama untuk
angkatan kita yang terdiri dari 41 orang. Magma Eleven, itulah nama yang kami
sepakati menjadi nama keluarga kami. Berkat usulan seorang teman setelah
melakukan voting, nama “Magma Eleven” kami pilih. Magma merupakan kependekan
dari Mahasantri Gadjah Mada, sedangkan Eleven mewakili angka 11 yang memjadi
tahun angkatan kami memulai menapakkan kaki di Universitas Gadjah Mada.
#Part 1
5
bulan semenjak 3 Juni 2011 aktivitas kuliah menjadi rutinitas kami yang
notabene masih layak disebut sebagai “maba” –mahasiswa baru—beradaptasi dengan
kehidupan kampus. Pulang kuliah sorepun kami lakukan karena jadwal yang
akademik tetapkan tak bisa kami ganggu gugat. Suatu sore di bulan Oktober,
tepatnya 28 Oktober 2011 saya kuliah sampai senja. Mata kuliah pendidikan Pancasila
memang selalu menawarkan jam kuliah sore.
Saat
itu tahun pertama saya di Jogja, saya sadar tanggal itu bertepatan dengan hari
lahir saya. Pastinya teman-teman sekos saya tidak akan terima saya melewati
hari itu dengan biasa-biasa saja. tanpa saja duga, mereka menyiapkan rencana
untuk saya. Hari itu saya pulang maghrib, ketika saya sampai depan kos, pintu
terkunci. Berulang kali saya mengetuk pintu, itu bukan ketukan yang pelan
menurut saya, mereka sengaja tidak membukakan pintu. Saya pun meminta bantuan
temen saya yang sekos juga namun beda kompleks. Dia memberikan tumpangan kepada
saya semalam, dia tahu itu memang kerjaan mereka. Dia tidak dikasih tahu trik
mereka. Paginya saya bisa masuk kamar kos, walhasil mereka sukses memberikan
kejutan kepada saya. Kamar yang sebelumnya rapi dengan segala isinya tertata
pada tempatnya diubahnya menjadi kapal pecah.
Perasaan
sedih campur kesel berkecamuk jadi satu, seisi almari dikeluarkan semua
digantung layaknya toko baju yang habis dipilah pilih oleh pembeli. Kejadian
itu bukan menjadi akhir kejutan yang saya dapat, malamnya saya disidang. Tak
tahu apa alibi mereka mencari-cari kesalahan saya. Merekapun tak lama menyidang
saja, semua berakhir ketika salah satu teman mengguyurku dengan tepung
dibarengi dengan air. Luar biasa rencana mereka, saya acungkan 4 jempol untuk
mereka. Setelah selesai melakukan aksinya kepada saya, teman yang menampung
saya tadi tak lepas dari rencana mereka. Giliran saya untuk berkomplot dengan
mereka, dan dia pun kena guyuran tepung pula. Acara guyur mengguyur tepung
berlanjut hingga keesokan harinya, dan berakhir ketika semua orang merasakan
mandi tepung.
#Part 2
Tahun kedua
tak separah tahun pertama. Banyak acara seperti itu sebelum-sebelumnya, jadi
tahu gimana trik yang mereka pakai. Siang itu Lika memintaku untuk menemaninya
pergi entah mau beli apa (lupa-red). Persekongkolan ternyata mereka lakukan.
Sesampainya di kos, saya sudah curiga. Teman-teman pada diam dan tidak
menampakkan dirinya. Hanya ada seorang teman di ruang tamu. Ternyata teman yang
lain sudah menyalakan lilin di atas sebuah kue. Saya terlalu pintar untuk dapat
mereka akali. Saya sudah tahu rencana mereka, saya sengaja tidak masuk kamar
karena tahu mereka di dalam. Rasa pengen ketawa mengetahui cara yang mereka
pakai. Semuanya terdiam membisu. Hingga akhirnya ketika saya membuka pintu
kamr, mereka pun sudah tidak bersemangat. Lilin yang menyala itu telah habis
hingga menyatu dengan kue. Sebenarnya tak tega melihat perjuangan mereka saya
bayar dengan kekecewaan, tapi mau bagaimana lagi saya bukan tipe orang yang
suka dikerjai, lebih suka jadi orang yang mengerjai seseorang. Setelah itu,
kami memakan bersama kue itu dan mereka memberikan saya hadiah, lupa pula apa
hadiahnya.
#part 3
Memasuki
tahun ke-3 Jogja saat itu sangat terik karena kabarnya memang akhir Oktober
posisi matahari tepat di atas kota Jogja. Cuaca panas memacu orang untuk selalu
minum es, hasilnya tak sedikit yang terkena gejala flu dan batuk. Tak berbeda
dengan saya, gejala itu saya alami. Suara saya menghilang secara spontan. Di tahun ini, kami (Magma Girls) sepakat akan
selalu merayakan ulang tahun teman dan memberinya hadiah. Saya tahu pula pasti
hari itu berlaku untuk saya. Sore hari setelah selesai Ujian Tengah Semester
[UTS] saya hanya bisa berbaring di tempat tidur. Hidung mampet mengakibatkan
kepala pusing. Saya paham mereka sudah kumpul di luar, sengaja saya di kamar.
Tiba-tiba lampu ruang tamu dimatikan sekalipun sudah gelap. Lagu selamat ulang
tahun beriring dengan sebuah kue lengkap dengan lilinnya menghampiriku. Seusai
tiup lilin dan memotong kue wajah saya sudah belepotan krim kue. Mereka
menghadiahkan saya sepotong kaos panjang. Hadiah tak hanya saya terima dari
mereka, salah seorang teman jurusan turut menghadiahkan sebuah figura bersama
foto saya dan ucapan ulang tahun kepada saya. Banyak pula teman-teman yang
mengirimi ucapan ulang tahun kepada saya baik lewat facebook, Line, Whatsapp,
maupun sms.
Lantunan syukur dan ucapan terima
kasih tak hentinya saya sampaikan. Nikmat tak terukur dan kebahagiaan yang indah mereka berikan
kepada saya. Biarkan kenangan ini tak akan saya lupakan. Kekal dalam ingatan.
Terima kasih teman-teman atas perhatian kalian...
Saya tidak
pernah menghitung materi yang kalian berikan, kebersamaan yang kita bangun
sudahlah cukup. Terima kasih keluargaku di Yogyakarta. Semoga doa kalian
diijabah oleh Allah SWT, dan Allah memudahkan semua urusan kalian. :*
“segala kejadian yang kita lalui bersama biarkan indah bersemayam dalam hati, janganlah dihapus dan diganti dengan yang lain”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar